Munir sebenarnya akan
melanjutkan study S2 di Univeritas Utrecht, Belanda dan dalam kronologi
kasus pembunuhan aktivis HAM tersebut disebutkan bahwa menjelang
memasuki pintu pesawat, Munir bertemu dengan Polycarpus seorang pilot
pesawat Garuda yang sedang tidak bertugas dan Polycarpus menawarkan
kepada Munir untuk berganti tempat duduk pesawat dimana Munir menempati
kursi Polycarpus dikelas bisnis dan Polycarpus menempati kursi Munir
dikelas ekonomi.
Sebelum pesawat
mengudara, flight attendant (Pramugari) Yetti Susmiarti dibantu
Pramugara senior Oedi Irianto membagikan welcome drink kepada para
penumpang dan Munir memilih Jus Jeruk.
Pukul 22.05 WIB pesawat
lepas landas dan 15 menit kemudian kembali Flight Attendant membagikan
makanan dan minuman kepada para penumpang, Munir memilih mi goreng dan
kembali memilih jus jeruk sebagai minumannya, setelah mengudara hampir 2
jam pesawat mendarat di bandara Changi Singapura.
Di bandara Changi Munir
menghabiskan waktu di sebuah gerai kopi sedangkan seluruh awak pesawat
termasuk Polycarpus berangkat menuju hotel menggunakan bus dan
perjalanan dari Singapura menuju Belanda seluruh awak pesawatnya berbeda
dari perjalanan Jakarta menuju Singapura.
Dalam perjalanan Munir
meminta kepada flight attendant Tia Ambarwati segelas teh hangat dan Tia
pun menyajikan segelas teh hangat yang dituangkan dari teko ke gelas
diatas troli dilengkapi gula sachet.
Tiga jam setelah
mengudara Munir bolak balik ke toilet, saat berpapasan dengan Pramugara
bernama Bondan, Munir memintanya memanggil Tarmizi seorang dokter yang
ia kenal saat hendak berangkat yang kebetulan juga menuju Belanda,
Tarmizi melakukan pemeriksaan umum dengan membuka baju Munir. Dia lalu
mendapati bahwa nadi di pergelangan tangan Munir sangat lemah. Tarmizi
berpendapat Munir mengalami kekurangan cairan akibat muntaber. Munir
kembali lagi ke toilet untuk muntah dan buang air besar dibantu
pramugari dan pramugara. Setelah selesai, Munir ke luar sambil
batuk-batuk berat.Tarmizi menyuruh pramugari untuk mengambilkan kotak
obat yang dimiliki pesawat.Kotak pun diterima Tarmizi dalam keadaan
tersegel. Setelah dibuka, Tarmizi berpendapat bahwa obat di kotak itu
sangat minim, terutama untuk kebutuhan Munir: infus, obat sakit perut
mulas dan obat muntaber, semuanya tidak ada. Tarmizi pun mengambil obat
di tasnya. Dia memberi Munir dua tablet obat diare New Diatabs; satu
tablet obat mual dan perih kembung, Zantacts dan satu tablet Promag.
Tarmizi menyuruh pramugari membuat teh manis dengan tambahan sedikit
garam. Namun, setelah lima menit meminum teh tersebut, Munir kembali ke
toilet. Tarmizi menyuntikkan obat anti mual dan muntah, Primperam,
kepada Munir sebanyak 5 ml. Hal ini berhasil karena Munir kemudian
tertidur selama tiga jam. Setelah terbangun, Munir kembali ke toilet.
Kali ini dia agak lama, sekitar 10 menit, ternyata Munir telah terjatuh
lemas di toilet.
Dua jam sebelum pesawat mendarat, terlihat keadaan
Munir: mulutnya mengeluarkan air yang tidak berbusa dan kedua telapak
tangannya membiru. Awak pesawat mengangkat tubuh Munir, memejamkan
matanya dan menutupi tubuh Munir dengan selimut. Ya, Munir meninggal
dunia di pesawat, di atas langit Negara Rumania.
Setelah dilakukan
penyelidikan termasuk oleh pihak otoritas Belanda ditemukan bahwa
didalam tubuh Munir ditemukan kandungan racun Arsenik sebanyak 460mg
didalam lambungnya dan 3.1mg/l dalam darahnya.
Namun terdapat
keanehan setelah dilakukan otopsi oleh pihak RS Dr Soetomo dimana
kandungan arsenik yang ditemukan didalam lambung Munir sedikit ganjil
karena seharusnya kandungan arsenik tersebut sudah hancur/melarut.
Ini
terkesan mempertegas spekulasi jika kandungan arsenik dalam tubuh Munir
baru dimasukkan ketika jenazahnya sudah di Indonesia. Spekulasi ini
juga diperkuat dengan permintaan mereka untuk menahan lebih lama organ
tubuh Munir. Spontan ini juga menimbulkan indikasi bahwa hal itu
dilakukan agar organ tubuh Munir bisa dipersiapkan (dimark-up) agar
benar-benar akan terkesan keracunan arsenik ketika diperiksa oleh pihak
lain. Disebutkan juga ciri-ciri korban yang keracunan arsenik, antara
lain: ada pembengkakan otak, paru paru yang mengalami kerusakan, mulut
keluar darah karena indikasi kerusakan sistem pencernaan. Ketika arsenik
masuk kedalam tubuh (dan racun mulai bekerja), biasanya korban
mengalami muntaber berat disertai kejang-kejang.
Apapun itu penyebab
kematian aktivis HAM tersebut namun hingga kini tampaknya kasus tersebut
belum tuntas walaupun ada beberapa orang yang telah dijatuhi vonis oleh
pengadilan namun Suciwati selaku istri Munir tetap merasa tidak puas
dan meminta pemerintah menuntut secara tuntas kasus kematian suaminya.
Apakah
ini tindakan kontra intelijen ataupun sebuah operasi pembunuhan oleh
intelijen? tidak ada yang mengetahui kejadian sebenarnya kecuali mungkin
para pelaku utama pemberi perintah untuk membunuh sang aktivis. Namun
yang pasti didalam sebuah kasus pembunuhan terencana harus ada motif dan
tujuan dari melenyapkan seseorang, apakah pihak dinas intelijen RI
begitu bodoh untuk membunuh seseorang yang secara aktif mengkritisi
berbagai persoalan HAM di indonesia dan jika ia dihilangkan secara paksa
pasti mata dan tuduhan internasional pasti akan mengarah kepada
pemerintah Indonesia, dan pihak militer serta badan intelijennya, atau
mungkin ada beberapa pihak yang telah gelap mata akibat sikap kritis
dari Munir yang membuat mereka mengambil keputusan untuk menghabisinya,
sebuah misteri yang belum terungkap hingga kini.
sumber : http://life-a-big-mystery.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar